Pada jaman dahulu hiduplah sepasang pengantin yang baru
melangsungkan pernikahannya. Mempelai wanita bernama Dewi Anjarwati
yang berasal dari Gunung Kawi, dan mempelai pria bernama Raden Baron
Kusuma yang berasal dari Gunung Anjasmara. Setelah usia pernikahan
mereka menginjak 36 hari atau disebut selapan (bahasa Jawa),
Dewi Anjarwati mengajak suaminya berkunjung ke Gunung Anjasmara, yang
merupakan tempat asal suaminya. Namun orang tua Dewi Anjarwati melarang
kedua mempelai untuk pergi, karena usia pernikahannya baru berusia 36
hari (selapan). Tetapi keduanya bersikeras pergi dengan resiko apapun yang terjadi di perjalanan.
Kepergian Raden Baron Kusuma dan Dewi Anjarwati diiringi oleh empat pembantu setianya. Mereka membawa buah-buahan untuk orang tua Raden Baron Kusuma. Ketika siang hari di perjalanan, Dewi Anjarwati merasa haus dan meminta suaminya mencarikan air minum. Ditemani seorang pembantunya, Raden Baron Kusuma berangkat mencari air minum. Sementara itu tiga pembantu yang lain menunggui Dewi Anjarwati.
Tak berapa lama, Raden Baron Kusuma menemukan sebuah sungai kecil. Karena airnya yang jernih, ia penasaran untuk mencari mata airnya. Lalu terdengar suara gemericik air yang makin keras, ternyata berasal dari sebuah air terjun (bahasa Jawa: coban) yang cukup tinggi. Ia pun segera mandi di coban itu. Akhirnya, ia kembali dengan membawa air minum yang diminta Dewi Anjarwati.
Ketika Raden Baron Kusuma mendatangi Dewi Anjarwati, ia dikejutkan dengan kehadiran Joko Lelono yang tidak jelas asal-usulnya. Tampaknya Joko Lelono tertarik dengan kecantikan Dewi Anjarwati dan berusaha untuk merebutnya dari Raden Baron Kusuma. Perkelahian antara Joko Lelono dengan Raden Baron Kusuma tidak dapat dihindarkan lagi. Kepada para pembantu (punakawan) yang menyertai kedua mempelai tersebut, Raden Baron Kusuma berpesan agar Dewi Anjarwati disembunyikan di suatu tempat yang ada Cobannya (air terjun).
Perkelahian antara Raden Baron Kusumo dengan Joko Lelono berlangsung seru dan mereka berdua akhirnya tewas. Akibatnya Dewi Anjarwati menjadi janda (bahasa Jawa: rondo). Sejak saat itulah Coban atau air terjun yang dijadikan sebagai tempat persembunyian Dewi Anjarwati dikenal dengan sebutan Coban Rondo (air terjun janda). Konon batu besar di bawah air terjun merupakan tempat duduk sang putri yang merenungi nasibnya.
Kepergian Raden Baron Kusuma dan Dewi Anjarwati diiringi oleh empat pembantu setianya. Mereka membawa buah-buahan untuk orang tua Raden Baron Kusuma. Ketika siang hari di perjalanan, Dewi Anjarwati merasa haus dan meminta suaminya mencarikan air minum. Ditemani seorang pembantunya, Raden Baron Kusuma berangkat mencari air minum. Sementara itu tiga pembantu yang lain menunggui Dewi Anjarwati.
Tak berapa lama, Raden Baron Kusuma menemukan sebuah sungai kecil. Karena airnya yang jernih, ia penasaran untuk mencari mata airnya. Lalu terdengar suara gemericik air yang makin keras, ternyata berasal dari sebuah air terjun (bahasa Jawa: coban) yang cukup tinggi. Ia pun segera mandi di coban itu. Akhirnya, ia kembali dengan membawa air minum yang diminta Dewi Anjarwati.
Ketika Raden Baron Kusuma mendatangi Dewi Anjarwati, ia dikejutkan dengan kehadiran Joko Lelono yang tidak jelas asal-usulnya. Tampaknya Joko Lelono tertarik dengan kecantikan Dewi Anjarwati dan berusaha untuk merebutnya dari Raden Baron Kusuma. Perkelahian antara Joko Lelono dengan Raden Baron Kusuma tidak dapat dihindarkan lagi. Kepada para pembantu (punakawan) yang menyertai kedua mempelai tersebut, Raden Baron Kusuma berpesan agar Dewi Anjarwati disembunyikan di suatu tempat yang ada Cobannya (air terjun).
Perkelahian antara Raden Baron Kusumo dengan Joko Lelono berlangsung seru dan mereka berdua akhirnya tewas. Akibatnya Dewi Anjarwati menjadi janda (bahasa Jawa: rondo). Sejak saat itulah Coban atau air terjun yang dijadikan sebagai tempat persembunyian Dewi Anjarwati dikenal dengan sebutan Coban Rondo (air terjun janda). Konon batu besar di bawah air terjun merupakan tempat duduk sang putri yang merenungi nasibnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar